Namanya Amr bin Jamuh. Seorang sahabat Nabi dari kalangan anshar yang kisah masuk Islamnya sangat menarik dan kisah masuk surganya membuat iri.
Ia berasal dari Bani Salamah, bahkan termasuk tokohnya. Istrinya bernama Hindun Binti Amr bin Haram. Dari pernikahannya dengan Hindun, ia dikaruniai tiga putra; Muadz, Mu’awwidz dan Khalad.
Layaknya orang-orang Yatsrib lainnya,
ia juga menyembah berhala. Ia memiliki sebuah berhala dari kayu yang ia namakan Manaf. Setiap hari berhala itu dirawatnya, dibersihkan, diberi wewangian dan dimuliakan.
Ketika anaknya, Muadz bin Amr sudah masuk Islam, tokoh Bani Salamah ini masih menyembah Manaf. Tak seharipun ia berhenti memuliakan dan memuja berhala kayunya itu.
Kisah Masuk Islamnya Amr bin Jamuh
Suatu hari, Muadz bin Amr punya ide untuk membuat ayahnya sadar dari sesatnya menyembah berhala. Cara biasa tak berhasil untuk mendakwahi Amr bin Jamuh.
Malam itu, Muadz bin Amr bersama Muadz bin Jabal diam-diam mengambil Manaf dari tempatnya. Lalu mereka buang.
Paginya, Amr bin Jamuh kaget melihat Manaf hilang dari tempatnya. Setelah mencarinya ke sana kemari, akhirnya ia menemukan tuhan itu di tempat sampah.
“Celaka kalian, siapa yang berbuat kurang ajar pada tuhanku tadi malam,” teriak Amr ibn Jamuh marah. Tak ada seorangpun yang mengaku bertanggungjawab atas penghinaan berhala itu. Ia lalu mencuci berhala itu, memberinya wewangian dan meletakkan kembali di tempatnya.
Malam berikutnya, Muadz bin Amr dan Muadz bin Jabal kembali menjalankan aksi serupa. Mereka mengambil Manaf dan membuangnya ke tempat sampah.
Keesokan harinya, Amr ibn Jamuh lagi-lagi terkejut sebab tuhannya tak ada di tempat. Ia pun menemukan tuhan itu di tempat sampah.
“Celaka kalian, siapa yang berbuat kurang ajar pada tuhanku tadi malam,” Amr bin Jamuh makin marah. Ia mulai kesal karena merasa dipermainkan. Ia tak ingin tuhannya dihina lagi. Diambilnya sebuah pedang dan diletakkan di leher Manaf, setelah berhala itu dicuci dan diberi wewangian.
“Jika engkau membawa kebaikan, lindungilah dirimu dengan pedang ini!” kata Amr bin Jamuh, tanpa jawaban apapun dari berhala itu.
Malamnya, Muadz bin Amr dan Muadz bin Jabal kembali mengerjai Manaf.
Amr bin Jamuh yang kembali kehilangan tuhannya segera mencarinya. Ia menemukan Manaf di tempat yang sama. Parahnya, pagi itu Manaf terikat pada bangkai anjing.
Kali ini Amr bin Jamuh tidak mengambilnya. Ia membiarkan Manaf begitu saja. “Kalau kau tuhan, engkau tidak akan terikat pada bangkai anjing.”
Detik itu ia sadar bahwa berhala yang disembahnya ternyata tak bisa berbuat apa-apa. Melindungi kehormatan diri sendiri saja tidak bisa, apalagi memberikan manfaat dan madharat pada manusia. Tak lama kemudian, Amr bin Jamuh pun masuk Islam.
Mengejar dengan Kedermawanan dan Mujahadah
Dibanding sejumlah tokoh Yatsrib baik dari suku Aus maupun Khazraj, Amr bin Jamuh termasuk ketinggalan masuk Islam. Ia baru masuk Islam setelah anaknya bersama Muadz bin Jamal melakukan strategi dakwah yang anti-mainstream.
Namun ‘keterlambatan’ masuk Islam itu segera dikejarnya dengan memperbanyak ibadah dan amal shalih. Dua di antara keunggulan Amr bin Jamh adalah sifatnya yang dermawan dan kesungguhannya dalam mujahadah.
Setiap kali ada orang yang datang kepadanya meminta bantuan, ia bantu. Setiap kali ada orang yang menemuinya dan meminta pertolongan, ia tolong. Setiap kali ada orang yang meminta sedekah, ia beri. Setiap kali ada yang membutuhkan santunan, ia santuni.
“Ambillah ini, besok aku akan mendapatkannya lagi,” demikian kalimat Amr bin Jamuh yang terkenal. Ia sangat dermawan memberikan bantuan kepada orang lain. Dan segera Allah memberinya rezeki sehingga ia mendapatkan harta sebanyak itu. Bahkan lebih banyak lagi.
Sungguh bukti nyata atas sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ù…َا Ù†َÙ‚َصَتْ صَدَÙ‚َØ©ٌ Ù…ِÙ†ْ Ù…َالٍ
“Tidaklah sedekah itu mengurangi harta.” (HR. Muslim)
Amr bin Jamu sebenarnya memiliki keterbatasan fisik. Salah satu betisnya cacat sejak lahir, sehingga ia tidak bisa berjalan cepat. Ia pincang.
Namun itu tak menjadi penghalang bagi kesungguhannya untuk membela Islam. Mendengar ada mobilisasi mujahidin ke Badar, ia mendaftarkan diri. Sayangnya, kaumnya menghalangi. Rasulullah juga tidak mengijinkan karena keterbatasan fisiknya.
Amr bin Jamuh Bergerak Cepat Masuk Surga
Ketika datang seruan jihad ke medan Uhud, Amr bin Jamuh tak mau dihalangi lagi. “Kalian telah melarangku ke perang badar, kali ini tak ada seorang pun yang boleh menghalangiku ke medan jihad.”
“Sesungguhnya Allah memberimu izin untuk tidak pergi berperang,” kata kaumnya membujuk agar ia tidak ikut.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang, Amr ibn Jamuh mengadu. “Wahai Rasulullah, kaumku berusaha menahanku agar tidak berjihad bersamamu. Demi Allah, aku sangat berharap bisa menjejakkan kaki pincangku ini di surga.”
“Sesungguhnya Allah telah memaklumimu dan kau tidak wajib berjihad,” sabda Rasulullah kepada Amr bin Jamuh. Kemudian beliau berpaling kepada kaum Bani Salamah dan bersabda, “Kalian tidak berdosa jika tidak dapat mencegahnya. Semoga Allah menganugerahinya kesyahidan.”
Mendengar sabda Rasulullah itu, Amr bin Jamuh senang bukan kepalang. Rasulullah tidak melarangnya ikut perang Uhud. Bahkan mendoakannya syahid.
Ia lantas segera bergegas. Menyiapkan perbekalannya lalu berangkat bersama pasukan Madinah ke medan Uhud. Dengan penuh kesungguhan ia berdoa, “Ya Allah, karuniakanlah kesyahidan kepadaku. Jangan Engkau kembalikan aku kepada keluargaku dalam keadaan sia-sia.”
Perang Uhud berkecamuk hebat. Awalnya kaum muslimin menang, namun kemudian keadaan berbalik. Banyak sahabat Rasulullah yang syahid. Salah satunya adalah Amr bin Jamuh.
Saat Hindun datang melihat jenazah suaminya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Demi Dzat yang menguasai jiwaku, sungguh aku telah melihatnya menjejakkan kaki pincangnya di surga.”
Subhanallah.. Allaahu akbar! Amr bin Jamuh yang kakinya cacat, ia justru masuk surga dengan cepat. Di saat masih banyak sahabat yang masuk Islamnya lebih awal darinya, ia telah mendapat kabar gembira dari Rasulullah. Masuk surga dengan kaki pincangnya.
Tags
islam